"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Minggu, 15 Juni 2014

MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT

Sementara penduduk Medinah berselisih pendapat tetapi kemudian sepakat dalam memberikan ikrar kepada Abu Bakr, berita kematian Nabi dengan cepat sekali menyebar dibawa orang kepada kabilah-kabilah. Tak ada suatu berita di kawasan Arab yang begitu cepat tersebar seperti berita ketika Rasulullah wafat. Begitu berita itu sampai pada mereka, dari segenap penjuru mereka sudah memasang telinga dengan penuh perhatian. Mereka ingin melepaskan diri dari kekuasaan Medinah dan kembali kepada keadaan sebelum datangnya kerasulan Muhammad dan tersebarnya Islam ke tengah-tengah mereka. Oleh karena itu orang-orang Arab pada setiap kabilah jadi murtad, dan timbul pula sifat-sifat munafik. Dalam pada itu, orang-orang Yahudi dan Nasrani pun sudah pula mengintai. Lawan Islam jadi semakin banyak. Dengan tak adanya Nabi, mereka sudah seperti sekumpulan kambing pada malam musim hujan.

Perbedaan Pendapat Muhajirin dengan Ansar di Medinah
Kita sudah melihat betapa perselisihan itu timbul di Medinah antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar mengenai penggantian Rasulullah. Kalau tidak karena tindakan Abu Bakr dan Umar yang sangat bijaksana, serta kehendak Allah memberikan pertolongan. perselisihan demikian itu tidak akan dapat diselesaikan dan berakhir dengan memuaskan.

Penduduk Mekah Bersiap-siap Murtad
Apa yang telah terjadi di Medinah sebenarnya tidak seberapa dibandingkan dengan kejadian-kejadian di tempat-tempat lain. Penduduk Mekah sendiri malah sudah bersiap-siap mau murtad meninggalkan Islam.
Attab bin Asid, kuasa Rasulullah di Mekah sampai merasa khawatir dan menjauhi mereka. Kalau tidak karena kemudian tampil Suhail bin Amr di tengah-tengah mereka dengan mengatakan —setelah menerangkan tentang kematian Nabi— bahwa “Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan barang siapa masih menyangsikan kami, akan kami penggal lehernya,” niscaya mereka masih akan maju-mundur. Tetapi di samping ancamannya itu Suhail masih memberikan harapan, yang ternyata besar juga pengaruhnya. Ia menambahkan: “Ya, sungguh, Allah pasti menyempurnakan karunia-Nya kepada kamu sekalian, seperti kata Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam.”
Ternyata kata-kata itu lebih besar pengaruhnya dalam hati mereka daripada ancaman. Itu jugalah yang membuat mereka surut dari maksud hendak membangkang. Baik penduduk Medinah maupun penduduk Mekah dari kalangan Kuraisy, setelah melihat kenyataan ini akhirnya mereka menerima Abu Bakr. Hadits Rasulullah yang telah diingatkan oleh Suhail membuat mereka puas. Mereka kembali kepada Islam dan menaati ajaran-ajarannya.

Sikap Saqif di Ta‘if
Demikian juga pihak Saqif di Ta’if mereka bersiap-siap mau murtad. Usman bin Abi al-As, kuasa Nabi di sana berkata kepada mereka “Saudara-saudara dari Saqif, kamu adalah orang-orang yang terakhir masuk Islam, janganlah menjadi yang pertama murtad!” Mereka teringat pada sikap Nabi terhadap mereka sesudah pcrang Hunain dan teringat juga adanya ikatan keturunan dan keluarga antara mereka dengan pihak Mekah, maka mereka pun kembali kepada Islam Mungkin kedudukan Abu Bakr sebagai khalifah dan dukungan penduduk Mekah kepadanya memberi pengaruh juga kepada masyarakat Saqif, sama dengan yang di Mekah.

Kabilah-kabilah yang Lain
Juga kabilah-kabilah yang tinggal di antara Mekah, Medinah dan Ta’if keislamannya sudah mantap, Mereka ini terdiri dari kabilah-kabilah Muzainah, Gifar, Juhainah, Bali, Asyja’, Aslam dan Khuza’ah. Sedang kabilah-kabilah lain masih belum menentu. Di antara mereka, yang baru masuk Islam, ada yang murtad, ada yang karena ajaran Islam belum meresap ke dalam hati mereka, dan ada pula yang karena memang keyakinannya yang sudah kacau. Di samping itu, yang terbaik diantara mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai adanya kekuasaan Medinah, baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Medinah kepada mereka. Jiwa mereka yang mau bebas dari segala kekuasaan menentang. Sejak masuk Islam mereka mau melaksanakan kewajiban itu hanya kepada Rasulullah yang sudah menerima wahyu, dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Medinah yang patut dimuliakan. Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat.
Kabilah-kabilah yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Medinah, terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah. Mereka yang tinggal jauh dari Medinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang yang mendakwakan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dan Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan Zut-taj Laqit bin Malik di Oman, di samping sejumlah besar pengikut-pengikut Aswad al-Ansi di Yaman. Mereka menjadi pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih bersikeras dengan mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang Riddah.*)

Catatan :
*) Riddah, harfiah kembali surut, dalam istilah kemurtadan, yakni orang Islam yang murtad, terutama yang enggan menunaikan kewajiban zakat setelah Nabi wafat.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 57 - 59.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar