"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 13 Juni 2014

Kekhalifahan Pada Masa-masa Kekuasaan Arab

Kaum Muslimin berpikir tentang kekhalifahan itu menurut pandangan Arab murni!. Kebetulan pula Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam tidak mewasiatkan kekhalifahan itu kepada siapa pun. Perselisihan yang terjadi antara kaum Ansar dengan Muhajirin di Saqifah Banu Sa’idah ketika Rasulullah wafat, serta perselisihan yang agaknya juga terjadi antara Banu Hasyim dengan Muhajirin yang lain sesudah baiat umum, tak ada alasan untuk meragukan. bahwa sebenamnva penduduk Medinah sudah cukup bersungguh-sungguh dalam memikirkan pemilihan Khalifah pertnna itu, dan dasarnya memang tak terdapat, baik dalam Qur’an maupun dalam Sunah. Maka mereka vaktu itu memilih penduduk yang tinggal di Medinah yang di kalangan Muslimin dipandang lebih tepat untuk memegang pimpinan. Andaikata masalah ini samnpai melampaui batas ke luar Medinah, sampat kepada suku-suku Arab di luar kota Medinah tentu soalnya akan jadi lain. Dan pengukuhan Abu Bakr itu adalah suatu hal tiba-tiba yang menguntungkan —memakai kata-kata Umar bin Khattab.
Tradisi yang dipakai dalam memilih Abu Bakr bukan itu pula yang dipakai dalam memilih kedua Khalifah sudah itu —Umar dan Usman. Sebelum meninggal Abu Bakr sudah berwasiat agar memilih Umar bin Khattab. Kemudian pengganti berikutnya oleh Umar di serahkan kepada enam orang yang nama-namanya disebutkan*), agar memilih seorang di antara sesama mereka. Setelah Usman terbunuh serta timbul perselisihan sesudah itu antara Ali dengan Muawiyah, pihak Banu Umayyah melanjutkan kekuasaan itu secara turun-temurun dengan warisan yang diterima anak dari bapak. Kalau demikian sumber peristiwa itu tak ada alasan untuk mengatakan. bahwa dalam menjalankan kekuasaan, dalam Islam sudah ada suatu sistem yang berlaku. Tetapi yang ada ialah ijtihad yangdidasarkan kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat Islam yang berubah-ubah dan didasarkan pada aneka macam bentuk sesuai dengan perubahan situasi.

Sistem Pemerintahan dalam Islam
Sistem yang dijalankan oleh Abu Bakr dalam hal ini menurut pola Arab yang murni. Hubungannya dengan masa Nabi yang masih dekat, serta hubungan Abu Bakr sendiri secara pribadi dengan Rasulullah dan pengaruhnya dalam dirinya seperti yang sudah kita gambarkan di atas, memberi bekas padanya yang kemudian mengalami perubahan karena situasi dan meluasnya kawasan Islam. Perubahan dalam sistem pemerintahan ini berlangsung mengikuti perkembangan lingkungan yang ada, sehingga dengan demikian, sedikit pun tak terdapat persamaan antara masa kekuasaan Abbasi dalam puncak kejayaannya dengan masa Khalifah pertama Abu Bakr, juga antara masa Abu Bakr dengan masa-masa Umar, Usman dan Ali.
Masa Abu Bakr dapat dikatakan masa yang sungguh unik. Masa itu adalah masa transisi yang wajar saja dengan masa Rasulullah, baik dalam politik, agama maupun dalam politik sekuler. Mernang benar, ketika itu agama sudah sempurna, dan tak ada lagi orang dapat mengubah-ubah atau menukar-nukar apa yang sudah ada dalam agama itu. Tetapi begitu Nabi wafat, orang-orang Arab pinggiran mulai berpikir-pikir mau jadi murtad, atau memang sudah banyak kabilah yang murtad. Maka tak ada jalan Abu Bakr harus bertindak menentukan langkah demi mengatasi keadaan yang sangat genting itu. Langkah itu sudah dimulai oleh Nabi sendiri ketika mengadakan hubungan dengan negara-negara tetangga dalam menjalankan politik dakwahnya itu. Jadi tak ada jalan lain buat Abu Bakr daripada harus meneruskan langkah itu.

Catatan :
*) Menurut beberapa sumber mereka itu ialah Ali bin Abi Talib, Usman bin Affan, Abdur-rahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 55 - 56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar